Naskah Drama Tenggelamnya Kapal Van Der Wick

Tenggelamnya Kapal Van Der Wick

Zainuddin seorang anak laki-laki yang berasal dari tanah Minang sejak umur 9 bulan telah ditinggal oleh ibunya yang bernama Daeng Habibah. Tak lama kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan pun meninggal. Akhirnya Zainuddin di rawat dan di besarkan oleh Mak Base, setelah dewasa Zainuddin mencari keluarga ayahnya di desa Batipuh, Padang. Saat di Padang Zainuddin tinggal di rumah Made Jamilah.
Zainuddin        : “ Amak, awak malu dengan warga disini, sebagai perantau awak merasa asing. ”
Made Jamilah : “ Onde mande camane ang malu? Sebaiknya ang ka masjid supayo ang bejumpa dengan pemuda-pemuda disini. ”
Zainuddin         : “ Iyo mak, awak nanti pegi ka masjid. “

Pada saat adzan tiba Zainuddin pergi masjid untuk sholat. Setelah selesai sholat pada saat itu hujan deras, tiba-tiba Zainuddin bertemu dengan Hajati seorang gadis cantik kembang desa Batipuh. Hajati sedang menunggu hujan reda dan Zainuddin yang pada saat itu membawa payung meminjamkan kepada Hajati.

Zainuddin         : “ Uni, awak ada payung ang na pinjam payung nyo? ”
Hajati                : “ Tidak, engku tarimo kasih awak tunggu disini sajo. ”
Zainuddin         : “ Baiklah kalau begitu. Jika awak boleh tau..siapa namamu? ”
Hajati                : “ Nama awak Hajati engku.” (sambil memberi salam)
Zainuddin         : “Hajati, namamu sungguh elok. ”
Hajati                : “ (Hajati tersipu malu). ”
Zainuddin         : “ Hujan sudah reda kito bisa balek sekarang. ”

Hujan pun reda, Zainuddin dan Hajati meninggalkan mesjid

Zainuddin         : “ Hajati, nama nan elok, sama dengan rupanya. ”
Made Jamilah   : “ Sedang melamunkan apo Zainuddin ? Tak baik melamun sajo. ”
Zainuddin         : “ Indak amak. Mak awak na tanyo. ”
Made Jamilah   : “ Tanyo apo Zainuddin ?  ”
Zainuddin         : “ Amak kenal tidak dengan Hajati ? ”

Seketika Made Jamilah terkejut mendengar Zainuddin menanyakan Hajati.

Made Jamilah   : “ Ado apo ang tanyakan Hajati, ang jatuh cinta ? ”
Zainuddin         : “ Awak tidak tau lah mak. Awak kagum dengan inyo. ”
Made Jamilah   : “ Sepertinya cintamu tak bertuan Zainuddin. Hajati anak terhormat di desa Batipuh ini, mana mungkin Zainuddin ang mesti ingat lah siapo keluarga ang. ”
Zainuddin         : “ Apa salah nyo ketika Adam dan Hawa bertemu dan menjadi satu. ”

Sejak pertemuan di mesjid Zainuddin mulai akrab dengan Hajati dan mereka saling jatuh cinta sama lain.

Hajati                : “ Sejak pertemuan itu, awak selalu terbayang wajah engku Zainuddin. Apa awak jatuh cinta ? “ (bergumam dalam hati)
Zainuddin         : “ Hajati, apakah kedekatan kito salah sehingga orang-orang desa menggunjing awak Hajati. “
Hajati                : “ Awak pun tak mengerti engku, tetapi awak tidak merasa terganggu dengan engku. “
Semenjak kedekatan mereka Zainuddin selalu di gunjing oleh warga desa membuat kedua orangtua Hajati merasa terganggu. Dan ibunda Hajati menegur Zainuddin.

Ibunda Hajati   : “ Hajati, bundo ingin bejumpa dengan Zainuddin bisakah inyo datang Kamari ? “
Hajati                : “ Ado apo bundo? Tak biasanyo bundo meminta Zainuddin untuk datang Kamari. ”
Ibunda Hajati   : “ Bundo na bicaro dengan inyo. ”

Pada sore itu Zainuddin datang ke rumah Hajati untuk menemui ibunda Hajati. Dengan wajah gugup Zainuddin datang.

Ibunda Hajati   : “ Zainuddin, untuk menjaga nama baik keluarga kito sebaiknyo ang pergi sajo ke Padang Panjang dan menjauhi Hajati. ”
Zainuddin         : “ Baiklah jika memang itu demi kebaikkan Hajati, awak akan pergi sesuai keinginan bundo. “
Ibunda Hajati   : “ Terima kasih Zainuddin, ang mau mendengarkan apo yang bundo cakap. “
Hajati        : “ Mengapa harus begitu bundo? Apo tidak bisa engku Zainuddin tetap di Batipuh sajo ? “
Ibunda hajati    : “ Tidak bisa Hajati ini sudah menjadi keputusan bundo. ”
Zainuddin         : “ Tak mengapa Hajati, engku rela pergi demi kebaikkan Hajati dan keluarga. “

Dengan berat hati Zainuddin harus meninggalkan Batipuh.

Made Jamilah   : “ Zainuddin anakku sungguh malang nasibmu nak, bertandang di negeri sendiri tetapi tak dapat kesempatan untuk tinggal lebih lama disini. “
Zainuddin         : “ Tak apo mak, mungkin ini sudah jadi takdir awak. Doakan sajo awak berhasil di Padang Panjang. “
Made Jamilah   : “ Iyo anakku, amak pasti doakan ang supayo berhasil disana. Doa amak selalu menyertaimu. “

Sambil mencium tangan Made Jamilah, Zainuddin menitihkan air mata dan pergi. Sebelum pergi Zainuddin menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Hajati.

Zainuddin         : “ Hajati, sebelum pergi engku ingin menyatakan sesuatu kepada Hajati. Sejak pertemuan itu engku merasa jatuh hati kepada Hajati namun sayang cinta engku tak bertuan. “
Hajati                : “ Hajati pun merasakan hal yang sama engku. Tetapi walaupun engku pergi dari Batipuh hati Hajati tetap bersama engku dan Hajati akan menanti sampai engku kembali. “ (Hajati memberikan sehelai rambut dan sebuah kerudung untuk Zainuddin)
Zainuddin         : “ Ini untuk apa Hajati ? “
Hajati                : “ Ini sebagai lambang dari wanita Minang untuk laki-laki yang dipercayainya. “
Zainuddin         : “ Baiklah Hajati, engku akan menyimpannya dengan baik, kalau begitu engku na pamit. “
Hajati                : “ Hati-hati engku. “(sambil bercucuran air mata Hajati dan Zainuddin berpisah)

Sesampainya di Padang Panjang Zainuddin tinggal di rumah kos-kosan dan bekerja sebagai penulis Koran dan disana Zainuddin bertemu dengan muluk anak dari ibu kos-kosan.

Muluk               : “ Uda, bagaimana rasanyo tinggal disini. “
Zainuddin         : “ Menyenangkan muluk, awak bahagia punya sahabat seperti ang. “

Setelah beberapa lama di Padang Panjang Zainuddin mendengar kabar duka bahwa ibu angkatnya telah meninggal dunia. Dan Zainuddin mendapat warisan yang cukup banyak.
(Tak lama kemudian Hajati mendapat undangan dari temannya yang bernama Chadijah untuk datang ke Padang Panjang  menyaksikan pacuan kuda, selama di Padang Panjang Hajati menginap dirumah Chadijah, dan ternyata diam-diam kaka laki-laki Chadijah yang bernama Aziz jatuh hati kepada Hajati. Saat menonton pacuan kuda Hajati tidak sengaja bertemu dengan Zainuddin,
Tetapi disana ada Aziz yang selalu berdekatan dengan Hajati. Hal itu membuat  Zainuddin curiga dengan Aziz . Tak lama kemudian Hajati pulang kembali ke Batipuh.
Rencananya sebagian hasil dari warisannya ingin ia guanakan untuk melamar Hajati. lalu ia menulis surat untuk Hajati dan berkata bahwa ia akan kembali ke Batipuh dan langsung melamar Hajati)

Isi surat Zainuddin :
 " Ass

 Hajati kekasihku yang berada di Batipuh, sungguh hati ku rindu akan engkau, semoga keadaanmu baik-baik saja disana,
Hajati, dengan datangnya surat ini aku bermaksud untuk melamar engkau saat aku kembali ke Batipuh, Alhamdulillah aku mendapat warisan yang aku rasa cukup untuk melamar   engkau, aku berharap hatimu masih tetep untukku Hajati,
Tak panjang surat yang aku tulis, semoga ini menjadi kabar baik bagimu,
wasallamualaikum Hajati,

Zainuddin "                   

Muluk               : “ Surat untuk siapa itu uda ? ”
Zainuddin         : “ Untuk kekasih ku yang berada di Batipuh sana. ”
Muluk               : “Ooohhh ternyata uda diam-diam sudah punya tambatan hati. ”
Zainuddin         : “ Doakan sajo supaya rencana awak untuk melamar Hajati lancer. ”
Muluk               : “ Rencana uda kapan akan balik ka Batipuh ? ”
Zainuddin         : “ Akhir bulan setelah pekerjaan awak selesai. ”
Muluk               : “ Semoga rencana uda lancar, awak pasti akan mendoakan uda. ”
Zainuddin         : “Amin...terimakasih Muluk. ”
Muluk               : “ Iyo sama-sama uda. ”
(Seminggu kemudian surat sampai dirumah Hajati).
Tukang pos       : “ Assalammuallaikum Uni. ”
Hajati                : “ Wallaikumsallam uda, ado yang bisa awak bantu. ”
Tukang Pos       : “ Awak na antarkan surat uni, atas nama Hajati. ”
Hajati                : “ Iyo uda dengan awak sendiri. ”
Tukang Pos       : “ Ini uni suratnya, awak na pamit kalau begitu, Assalamuallaikum. ”
Hajati                : “ Terimakasih uda, Wallaikumsallam. ”

(Pelan-pelan Hajati membuka suratnya dan membaca isi surat dari Zainuddin, alangkah terkejutnya Hajati membaca surat dari Zainuddin yang isinya sebuah ajakan untuk menikah.
Ternyata Aziz sudah terlebih dahulu melamar Hajati saat Hajati tak lama sampai dari Padang Panjang.Karena Aziz adalah saudagar kaya maka orang tua Hajati menerima lamaran Aziz.
Hajati hanya bisa menangis karena ia tak mungkin membantah ibundanya.
Sebulan berlalu tibalah saatnya Zainuddin pulang ke Batipuh bersama dengan sahabatnya Muluk dan menemui Hajati).

Zainuddin         : “ Assalamuallaikum Hajati, bagaimana kabar mu ? ”
Hajati                : ” Wallaikumsallam engku, awak baik engku. ”
Zainudddin       : “ Mengapa ang tampak layu Hajati ? ”

(Tiba-tiba Aziz muncul dari dalam rumah Hajati yang sedang membicarakan soal penikahannya dengan keluarga Hajati)

Aziz                  :  “ Waaah ada nampaknyo ada tamu dari Padang Panjang. ”
Zainuddin         : “ Uda Aziz sedang bertamu rupanyo dirumah Hajati. ”
Aziz                 : “ Iyo, Awak dengan keluarga Hajati sedang membahas soal pernikahan awak dengan Hajati, betul begitu Hajati ? “

(Hajati hanya diam dan menundukan kepala karena ia tak kuasa menahan tangis)
Zainuddin         : “ Penikahan ??? antara uda dengan Hajati ? ”
Aziz                  : “ Iyo, ang bersedia kan datang ka acara pernikahan kami minggu depan ? ”
Zainuddin         : “ Insyaallah awak akan datang untuk Uda dan juga Hajati. ”
Aziz                : “ Baiklah kalau begitu, mari Hajati masuk kadalam, tak baik calon pengantin berlama-lama dengan laki-laki lain. ”
Hajati                : “ Baiklah uda, permisi engku Zainuddin, bang muluk, awak na masuk ka dalam. ”
Muluk               : “ Iyo Hajati silahkan. ”
Zainuddin         : “ (hanya menganggukan kepala) “
Muluk               : “ Mari uda kito cari tempat untuk beritirahat dulu. ”
Zainuddin         : “ Kito akan beristirahat di rumah Almarhummah amak angkat ku. ”
Muluk               : “ Baiklah uda... ”

(Setelah mendengar rencana pernikahan Hajati dengan Aziz tanpa sempat ia datang ke acara penikahan itu Zainuddin pun jatuh sakit & hatinya sangatlah hancur karena Hajati gadis pujaannya telah menikah dengan laki-laki lain. Tetapi berkat dukungan Muluk sahabatnya yang paling setia, Zainuddin pun berangsur-angsur pulih).

Zainuddin         : “ Muluk, sangatlah buruk nasib awak, gadis yang awak sangat cintai telah menjadi isti orang lain. ”
Muluk               : “ Uda tidak boleh bicaro seperti itu, tak baik uda, uda pasti bisa melewati ini samua. Asal uda tetap ikhtiar kepada Tuhan. ”
Zainudin           : “ Muluk terimakasih banyak atas dukungan ang kepada awak dan setia merawat ang ketika sakit. ”
Muluk               : “ Uda tak perlu bicara begitu, uda sudah awak anggap seperti saudara ang sendiri. ”

(Setelah keadaan Zainuddin berangsur membaik ia dan Muluk langsung berangkat ke Batavia untuk pertama kalinya. Ia dan muluk ingin mengadu nasib di Batavia sebagai seorang penulis novel)

Zainuddin         : “ Muluk semoga nasib kito bisa jadi lebih baik di Batavia. ”
Muluk               : “ Iyo uda, ang juga berharap seperti itu, dan siapa tau ang bisa dapat wanita Batavia dan awak bawa pulang ke Padang Panjang. ”
Zainuddin         : “ Ah ang biso sajo. ” (mereka tertawa)

(Beberapa hari mempuh perjalanan dari Padang ke Batavia akhirnya mereka sampai juga.
Mereka berdua tinggal disebuah kontrakan. Zainuddin dan Muluk kembali bekerja di sebuah perusahaan surat  kabar. Sambil bekerja Zainuddin juga menulis novel & mengirim ke sebuah penerbit di Surabaya. Mereka tertarik dengan novel  Zainnudin, akhirnya Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya)

Zainuddin         : “ Muluk apo ada surat untukku ? ”
Muluk               : “ Iyo ada uda, ini suratnyo. ”
Zainuddin         : “ Terimakasih muluk. ” (sambil membuka suratnya)

(Zainuddin sangatlah terkejut karena isi suratnya adalah pmberitahuan bahwa sebuah penerbit novel sangat tertarik dengan novel yang di tulis oleh Zainuddin)

Zainuddin         : “ Muluk kita harus berkemas dan pindah ka Surabaya. ”
Muluk               : “ Ada apo uda, mengapa begitu mendadak sekali, apo uda ada masalah disini ? ”
Zainuddin         : “ Indak Muluk, nasib kito akan berubah setelah sampai di Surabaya. ”
Muluk               : “ Awak tak mengerti apo yang uda bicarakan. ”
Zainuddin         : “ Hehehe...Muluk sebuah perusahaan penerbit novel sangat tertarik dengan novel awak, mereka menyuruh awak untuk pindah ka Surabaya. ”
Muluk               : “ Lalu apo awak harus ikut dengan uda ? ”
Zainuddin         : “ Iyo, awak pasti akan membuuhkan bantuan ang Muluk. ”
Muluk               : “ Kalo bagitu baiklah uda, awak hanya khawatir menyusahkan uda di sana. ”
Zainuddin         : “ Inda Muluk, janganlah ang cakap seperti itu, kito ini sudah jadi saudara bukan ? ” (menepuk-nepuk pundak Muluk)
Muluk               : “ Iyo uda. ” (sambil tersenyum)

(Zainuddin dan Muluk bersiap-siap untuk pindah ke Surabaya. Tanpa disengaja karena alasan pekerjaan Aziz dan Hajati pun pindah ke Surabaya. Sesampainya di Surabaya Zainuddin langsung menjadi seorang penulis novel terkenal dan ia pun menjadi kaya raya. Muluk ia percaya sebagai asisten dan memegang semua keuangan atas hasil dari penjualan novel  Zainuddin)

Zainuddin         : “ Muluk bagaimana penjualan novel awak ? ”
Muluk               : “ Laku keras uda, sampai penerbit kewalahan karena banyaknyo pesanan. ”
Zainuddin         : “ Alhamdulillah, Muluk jangan ang lupo 10% penghasilan awak ang sumbangkan ka panti asuhan. ”
Muluk               : “ Iyo uda, awak akan jaga amanat uda. ”
Zainuddin         : “ Terimakasih Muluk. ”
Muluk               : “ Uda, ada undangan makan malam untuk uda. ”
Zainuddin         : “ Dari siapo Muluk. ? ”
Muluk               : “ Dari kepala kantor penerbit, karena perusahannya maju berkat novel-novel yang sudah uda tulis. “
Zainuddin         : “ Ang bisa sajo muluk, kapan acara makan malamnyo ? ”
Muluk               : “ Besok malam uda. ”
Zainuddin         : “ Insyaallah awak akan datang Muluk. ”
Muluk               : “ Baiklah uda. ”

(Aziz suami Hayati juga mendapat undangan yang sama dengan Zainuddin karena Aziz saudagar kaya maka ia kenal beberapa pengusaha di Surabaya)

Aziz                  : “ Hajati....sedang apo kau ???? ”
Hajati                : “ Maaf uda, dinda sedang buat makanan untuk uda. ”
Aziz                  : “ Lama sekali... ” (dengan nada tinggi)

(Sejak awal menikah Hajati tidak bahagia dengan Aziz. Kerap kali Aziz pulang memukul Hajati ketika Azis sedang mabuk)
(Tiba saatnya pesta makan malam, Zainuddin sangatlah terkjut melihat Hajati dan juga Aziz. Hajati terkejut melihat penampilan seorang Zainuddin yang sudah berubah.  Aziz juga terkejut karena Zainuddin yang ia kenal saat ini sudah menjadi penulis novel yang kaya raya dan juga terkenal)

Aziz                  : “ Hai Zainuddin, sekarang kau sudah sukses ternyata. ”  (dengan nadameledek)
Zainuddin         : “ Alhamdulillah uda. ”
Aziz                  : “ Kalo gitu aku dan Hajati pamit dulu. ”
Zainnudin         : “ Iya uda. ”

(Aziz sama sekali tak memberi kesempatan Hajati dan Zainnudin untuk saling menyapa. Setelah sampai dirumah Aziz dan Hajati terkejut melihat rumah mereka disita untuk melunasi hutang-hutang dan mereka jatuh miskin. Zainuddin dengan baik hati menawarkan mereka untuk tinggal dirumahnya)

Zainnudin         : “ Uda Aziz bagaimana untuk sementara ini uda dan Hajati tinggal dirumah saya. ”
Aziz                  : “ Jika memang kau tidak keberatan dengan senang hati  saya menerima tawaran itu.”
Zainnudin         :  “ Dengan senang hati saya menerima uda untuk tinggal disini. ”
Aziz                  : “ Terimkasih banyak Zainnudin. ”

(Sebulan kemudian Aziz pergi ke Banyuwangi dengan alasan ada panggilan pekerjaan. Meskipun tinggal satu atap, Zainnudin dan Hajati jarang bertemu, karena Zainnudin banyak menghabiskan waktu di luar. Hajati menganggap bahwa Zainnudin sudah tak cinta lagi. Hingga suatu ketika Muluk menceritakan semuanya kepada Hajati)

Muluk               : “ Uni apa saya mengganggu ? ”
Hajati                : “ Tidak bang muluk, ada apa ? ”
Muluk               : “ Saya tau, pasti saat ini uni menganggap uda Zainnudin sudah tak cinta lagi dengan uni. ”
Hajati                : “ Saya sadar betul siapa engku Zainnudin saat ini, ia sudah menjadi laki-laki kaya raya dan sukses dengan karyanya, di luar sana pasti banyak wanita yang mencintai engku Zainnudin. ”
Muluk               : “ Sebaiknya uni ikut saya. ”

(Muluk mengajak Hajati pergi ke ruangan kerja dimana selama Hajati tinggal disana ia tidak diberi izin oleh Zainnudin untuk masuk kedalam ruangan itu, walupun Hajati hanya sekedar ingin membersihkan kamar itu)

Hajati                : (berhenti melangkah) “ Maaf bang muluk, saya tidak boleh masuk ke kamar itu oleh engku Zainnudin. ”
Muluk               : “ Mungkin sudah saatnya uni mengetahui ini. ”

(Terkejutlah Hajati karena ia melihat ada foto dirinya yang sangat besar terpajang di kamar itu. Kamar tempat Zainnudin menulis semua novelnya, memang sampai Hajati menikah pun Zainnudin masih belum biasa melupakan Hajati)

Hajati                : “ Ini foto saya bang Muluk. ” (sambil menangis)
Muluk               : “ Ya benar uni, karena api cinta yang dulu sangat bergelora sangatlah sulit untuk uda Zainnudin padamkan. ”
Hajati                : “ Sungguh aku telah melukai hati seorang laki-laki yang baik hatinya bang Muluk. ”
Muluk               : “ Bukan hal yang mudah bagi uda bisa melupakan segalanya uni. Baiklah sekarang kita keluar sebelum uda Zainnudin datang. ”

(Beberapa waktu berselah, sebuah surat datang untuk Hajati dan isinya mengejutkan. Surat itu berisi talakan cerai yang dibuat secara sepihak oleh Aziz dan mengizinkan Hajati untuk menikah dengan Zainnudin karena Aziz menyadari jika Zainnudin lah yang pantas dengan Hajati)

Zainnudin         : “ Muluk, tolong panggilkan Hajati, ada surat untuknya. ”
Muluk               : “ Baik uda, tunggu sebentar. ”

(Sebelum memanggil Hajati, Muluk mengambil surat kabar di teras rumah. Betapa terkejut Muluk membaca isi koran yang mengabarkan Aziz telah mati meninggal dunia karena overdosis akibat meminum obat tidur,namun ia tidak kuat hati mengatakannya kepada Hajati)

Muluk               : “ Uni Hajati.. ”
Hajati                : “ Saya bang Muluk. ”
Muluk               : “ Uni di panggil oleh uda Zainnudin< karena ada surat yang datang untuk uni. ”
                            (Hajati menghampiri Zainnudin)
Hajati                : “ Ada surat untuk saya uda ? ”
Zainnudin         : “ Ya, ini dari suamimu. ”

(Hajati menangis membaca isi surat Aziz yang isinya talakan cerai untuk Hajati, dengan berat hati Muluk pun menyerahkan koran yang isinya kabar bahwa aziz meninggal dunia di sebuah hotel di Banyuwangi karena overdosis)

Hajati                : “ Uda Aziz........... ” (Hajati menjerit lalu pingsan)

(Setelah waktu berselang, Hajati memohon kepada Zainnudin untuk menganggapnya apa saja agar ia bisa tetap tingal satu atap dengan Zainnudin. Karena Hajati masih mecintai Zainnudin)

Hajati                : “ Engku, saat ini aku sudah menjadi janda, bersediakah engku menampung saya disini, sebagai pembantu rumah tangga pun saya bersedia engku. ”
(mendengar permintaan Hajati itu memuat Zainnudin geram)
Zainnudin         : “ Apa peduli ku, aku hanya berniat membantu engkau, dan saat ini engkau memohon kepadaku agar kau bisa satu atap dengan ku, tak ingatkah engkau saat kau menolak lamaran ku, api cinta dalam hatiku kau padamkan begitu saja. Maaf Hajati aku harus menolak permintaan mu, aku sudah membelikan mu tiket kapal ke padang, Kapal Van Der Wick. ”
Hayati               : “ Maafkan aku engku. ” (Hajati hanya bisa menangis)
Zainnudin         : “ Berkemaslah Hajati, besok kau akan di antar Muluk ke pelabuhan. ”
Hajati                : “ Baiklah engku. ”
(Zainnudin meninggalkan Hajati di ruang tamu)
Hajati                : “ Sungguh malang nasib ku bang Muluk. ”
Muluk               : “ Maafkan perkataan uda Zainnudin uni, maaf saya tidak bisa membantu uni untuk saat ini. ”
Hajati                : “ Tidak apa-apa bang Muluk. ”
(Pada malam itu Hajati berkemas karena esok hari Hajati akan berangkat ke Padang menaiki kapal Van Der Wick)
Hajati                : “ Engku saya pamit hendak pulang, terimakasih atas tumpangan engku selama ini kepada saya. ”
Zainnudin         : “ Sama-sama Hajati, ini ada sedikit bekal untuk pegangan kau selama perjalanan. ” (Zainnudin memberikan amplop yang isisnya adalah uang untuk Hajati)
Hajati                : “ Sekali lagi terimakasih banyak engku. ”
Zainnudin         : “ Hati-hati Hajati, maaf aku tidak mengantar mu, hanya Muluk saja yang akan mengantar mu sampai pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia. ”
(Setelah Hajati pergi, beberapa saat Zainnudin menyesali semua perkataan dan perbuatannya terhadap Hajati, Zainnudin pun segera pergi ke stasiun kereta untuk mengejar Hajati ke Batavia)
Muluk               : “ Uni kita sudah sampai di Batavia. ”
Hajati                : “ Baiklah bang Muluk,terimakasih banyak. ”
Muluk               : “ Uni saya akan antar uni sampai Kapal. ”
Hajati                : “ Tidak usah bang Muluk. ”
Muluk               : “ Tak apa Uni. ”
Hajati                : “ Bang Muluk mengapa hati ini begitu berat melangkah ke kapal ini, seolah-olah saya akan pergi dan tidak akan kembali lagi. ”
Muluk               : “ Mungkin itu hanya perasaan uni saja. ”
Hajati                : “ Baiklah bang Muluk saya akan naik, sampaikan salam saya kepada engku Zainnudin. ”
Muluk               : “ Saya akan sampaikan uni, hati-hati uni. ”
Hajati                : “ Terimakasih bang Muluk. ”
(Hajati pun melangkah kedalam kapal, meskipun ia merasakan hal yang tak enak, Kapal Van Der Wick pun berangkat. Tak lama kemudian Zainnudin datang dia berharap bisa membawa Hajati pulang kerumah,tetapi ia terlambat akhirnya Zainnudin penuh penyesalan kembali ke Surabaya bersama Muluk)
Zainnudin         : “ Sungguh aku hanya orang bodoh Muluk. ”
Muluk               : “ Penyeesalan memang datang di akhir cerita uda, Hajati sangatlah mencintai uda. ”
Zainnudin         : “ Aku akan menyusulnya ke Padang. ”
(Harapan Zainnudin tinggalah harapan, karena Kapal Van Der Wick yang di tumpangi oleh Hajati telah karam di perairan Tuban, Hajati di temukan telah meninggal dunia. Zenazahnya di makamkan di Surabaya)
Zainnudin         : “ Mengapa kau tinggalkan aku Hajati, sungguh aku ingin menikahimu, aku menyesal telah membuat mu pergi Hajati, Hajati api cinta di dalam hati ku tidaklah pernah padam sejak kita pertama kali bertemu, Hajati sungguh aku tak akan bisa hidup tanpamu. ”
Muluk               : “ Sudahlah uda, jangan kau meratapi Hajati terus-menerus, kita doakan saja Hajati agar tenang disisi Tuhan. ”
(Sejak Hajati meninggal dunia Zainnudin hanya meratapi foto Hajati yang terpajang di kamarnya ia tak menulis novel kembali karena Zainnudin telah jatuh sakit. Sakit Zainnudin pun semakin parah, hingga akhirnya ia meninggal dunia, dan dimakamkan di sebelah Hajati)


TAMAT